-Untuk ibu yang mengadu
harap kepada anaknya*
Kaulah
ibu
Yang
waktunya dijadikan jalinan sepi
Sunyi
ku menatap diri tentangmu, ibu
Jauh
sebelum Mengerti hidup
Ada
saja mata sayu menuntutku
Kaulah
Ibu,
Begini
ku agungkan dirinya
Jalanan
terlalu ramai ku lalui
Dan
ku juga bahagia sendiri
Bahagia
memanjakan diri, sedang
Ibu
selalu memahami ke inginanku
“Nak, hidupku hanya
ingin melihatmu bahagia,
Setelahnya kau hadapi
segalanya. Kejarlah mimpimu nak”
Kaulah
ibu,
Yang
melahirkanku dari tetesan musim
kemarau
dan hujan sama saja berkeringat asin
untukku,
demi anakmu
lalu,
apakah ini anakmu,ibu
yang
kau galas semesta itu?
Namun
aku sudah terlau jauh
Sesaat
mengingatmu di depan rumah
Ada sandiwara pada halamannya
ya
Rabby…..
itulah
ibu yang menanggung dosa
pada-Mu
*puisi ini harapan 2 dari lomba cipta puisi bertema "IBU" HMJ Syariah
MENUSUK CINTA
Sudah hari yang keberapa?
Pertemuan kita ditanya waktu
Pada malam-malam sepi
Semut dipelataran rumah
Atau paku dikaki tangga
Masihkah akan melangkah lebih jauh
Menjemput setia bahkan citra
Dimana detak jam bersuara
Kau cinta….
Sudah bulan yang keberapa?
Pertemuan kita disejarahkan
Pada masing-masing cahaya
Sinar di ujung timur menua
Atau panen rindu bermusim
Masihkah akan berubah
Dimana hari tetap berkuasa
Kau cinta…
Sudah yang keberapa?
Ku tunggu kau
Untuk siapa
SEPERTI YANG LALU
seperti yang lalu
tak ada suara yang mendesau
atau seretan kaki semut di pipi
membuat jalan penuh ilalang berduri
seperti yang lalu
banyak daun daun gugur tanpa daftar hadir
kemudian mampir keatas tanah dan pasir
entah apakah debu pun juga memburu
seperti yang lalu
pipi merekah bak ilalang pagi
embun merias dengan usapan mentari
tapi sayang musim cepat berganti
dan usia pun kian membatu
ah, seperti yang lalu
mimpi mimpi menyimpan sunyi
namun tidaklah bisu
pastinya hanya mati
Banjarmasin 20 April 2014
puisi konstribusi antologi PHS (karena cinta itu manusia)
*puisi ini harapan 2 dari lomba cipta puisi bertema "IBU" HMJ Syariah
MENUSUK CINTA
Sudah hari yang keberapa?
Pertemuan kita ditanya waktu
Pada malam-malam sepi
Semut dipelataran rumah
Atau paku dikaki tangga
Masihkah akan melangkah lebih jauh
Menjemput setia bahkan citra
Dimana detak jam bersuara
Kau cinta….
Sudah bulan yang keberapa?
Pertemuan kita disejarahkan
Pada masing-masing cahaya
Sinar di ujung timur menua
Atau panen rindu bermusim
Masihkah akan berubah
Dimana hari tetap berkuasa
Kau cinta…
Sudah yang keberapa?
Ku tunggu kau
Untuk siapa
BOLEHLAH KU PINJAM AIR MATAMU!!!
Bolehkah kutulis pesan
Pada diary malammu
Tentang masa silam
Masa kau adalah sang kasih
Puja dalam sujud mimpi
Puja dalam wujud mitafora cinta
Lalu pesan itu kau salin
Pada pintu yang tertutup rapat
Maka bolehlah ku pinjam air matamu
Untuk memenuhi catatan kusam
Yang sudah lapuk kepanasan
Pudarwarna, hilang kepekatan
Sungguh kutambat gundah itu
Dari pecahan warna kemilau rasa
Satu satu kususun kedalam sajak
Merampungkan sesal yang tak bermuara
Hanya tangis ku mengiba
Pada diary malam yang kau baca
Tak apa, kuhanya manusia
Berjubah rahasia, duka
Banjarmasin 13 april 2014SEPERTI YANG LALU
seperti yang lalu
tak ada suara yang mendesau
atau seretan kaki semut di pipi
membuat jalan penuh ilalang berduri
seperti yang lalu
banyak daun daun gugur tanpa daftar hadir
kemudian mampir keatas tanah dan pasir
entah apakah debu pun juga memburu
seperti yang lalu
pipi merekah bak ilalang pagi
embun merias dengan usapan mentari
tapi sayang musim cepat berganti
dan usia pun kian membatu
ah, seperti yang lalu
mimpi mimpi menyimpan sunyi
namun tidaklah bisu
pastinya hanya mati
Banjarmasin 20 April 2014
puisi konstribusi antologi PHS (karena cinta itu manusia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Tinggalkan Pesan Ya