JENDELA HUJAN
(untuk ayahanda di balik singkapan langit)
“jendela itu akan terbuka seiring tetesan
hujan
Yang membawa sayu cerita”
Ucapan yang
terdengar sayup membawa seiris keyakinan
Dingin ini
adalah rindu yang tertampung di dalam belanga kasih
“ hujan akan
menyemai kerinduan dari balik genteng rumah kita
Dan akan hilang
bersama gerimis yang tersisa”
Suara lirih tenang
menyakinkanku bahwa kau akan hadir
Menjelma
tetesan-tetesan hujan yang tenang
Menyelimuti
bagian rindu dengan mantel dingin bening
“apakah kita
akan bertemu jika aku menunggumu
di bawah hujan
hari ini?”
kali ini aku
berucap sambil menatap langit mencari singkapan yang kau sebut jendela
aku, hanya
merindukan tarian hujan yang merintik di sela candamu yah..
sementara musim
terus saja berganti
haruskah
kembali aku nanti musim panas
agar aku temui
hujan ini lagi
“bukankah kita
berjanji akan saling
Menunggu di
Altar kerinduan yang memuncak”
Suara lirih
terdengar dan hujan berhenti, matahari
kembali
Aku mulai tak
mengerti arti dari ini
Sebab hujan
hanya meninggalkan sisa genangan air di tangga-tangga langit sore
Sementara kau
tak kunjung menyapaku dari balik singkapan langit
kau hilang
bersama tirai-tirai pelangi yang aku yakini hujan ini nanti kembali
Banjabaru, 18 februari 2014
(dimuat pada Antalogi "Cinta DIBALIK HUJAN")
ANAK PINAI
HAI MALAM
Hai malam
Bolehkah aku menyusuri udara dingin
Menyemai rindu yang tak ingin berbagi
Hai malam
Sampaikan salam kasih pada bulan yang redup
Meninggalkan matahari yang selalu pilu
Hai malam
Aku lupa pada embun tadi pagi yang menyapa di sisi daun
Malu-malu tak berkelabu...
Hai malam
Aku sedari tadi manabur janji
Pada padi yang merunduk gagu
”maaf, aku masih layu dalam ciuman angin tadi sore”
Padi tergagu menghitung ragu dalam hati
Hai malam
Aku takkan lagi bernyanyi semu
Sebab kini, gagu tak lagi malu dan malu tak lagi ragu
Malam....
Kau takkan paham soal cinta yang tak berirama membelai hati
Karna soal malam takkan sama dengan cinta yang masih ranum
Terseret angin yang menebarkan bunga dan daun tadi sore
Dan cinta mempesona menepiskan padi malam
Yang layu terbuai angin timur semu tak berbunyi...
Salam malam...
Bisu.
JEMARI HATI
Tidakkah kau lupa, atau masih kau ingat
Pagi ini kau memanggilku
Dalam kerinduan yang tak terkira
Lalu kita bercinta dalam selimut rindu
Menghabiskan rindu yang tersisa
Hingga kini guratan langit jingga mulai lenyap
Malam mulai menyapa
Tiba dimana kau harus kembali keperaduan
Menyelam mencari arti sebuah perjuangan
Tak banyak yang ingin aku ucapkan
Hanya sebatas kalimat haru
Untuk pengobat rindu...
Kini aku akan menunggumu lagi
Dengan memejamkan mata dan mengingat aroma parfummu
Suatu saat akan tiba dimana aku takkan menunggumu lagi
Aku takkan menunggumu mencari arti sebuah perjuangan
tapi aku akan bergabung bersamamu dalam sebuah perjuangan
kita akan bersama-sama menembus batas cakrawala
dalam jemari jemari yang bersatu
oh ya, ..
akan aku kalahkan merpati
dalam hal kesetiaan
hingga kau datang memberiku sayap sayap
Tidakkah kau lupa, atau masih kau ingat
Pagi ini kau memanggilku
Dalam kerinduan yang tak terkira
Lalu kita bercinta dalam selimut rindu
Menghabiskan rindu yang tersisa
Hingga kini guratan langit jingga mulai lenyap
Malam mulai menyapa
Tiba dimana kau harus kembali keperaduan
Menyelam mencari arti sebuah perjuangan
Tak banyak yang ingin aku ucapkan
Hanya sebatas kalimat haru
Untuk pengobat rindu...
Kini aku akan menunggumu lagi
Dengan memejamkan mata dan mengingat aroma parfummu
Suatu saat akan tiba dimana aku takkan menunggumu lagi
Aku takkan menunggumu mencari arti sebuah perjuangan
tapi aku akan bergabung bersamamu dalam sebuah perjuangan
kita akan bersama-sama menembus batas cakrawala
dalam jemari jemari yang bersatu
oh ya, ..
akan aku kalahkan merpati
dalam hal kesetiaan
hingga kau datang memberiku sayap sayap
akan aku ubah kemarau menjadi hujan
dan akan aku ganti bintang menjadi kita
dalam bait-bait cinta
aku tulis ini dengan sejuta harap
menanti untuk kembali
memeluk dan mencium kening ini
dan akan aku ganti bintang menjadi kita
dalam bait-bait cinta
aku tulis ini dengan sejuta harap
menanti untuk kembali
memeluk dan mencium kening ini
Langit jingga menapaki sunyi
Lembah hijau menabur debu
Memuntahkan ribuan peluru
Menghanguskan jutaan nafas kemiri
Anak pinai berlari dalam
hujan
Matanya
sembab dengan sunting senyum
Kelucuan ini tentang peluru
Yang berbentur dengan jingga sunyi
Sementara suara dentum terdengar
Mengalahkan suara
bisik
Anak pinai terus tertawa liar
Mencari kelucuan suara denting
Walau lembah hijau menyalakkan mata
Dia tetap liar memegang hujan
Mencari badai
mencari peluru
Geram lembah tak mampu
Menghunus asap apek
Dan kini siap menghambur debu
Suaranya
terbentur bising kota
Matanya
kini menyerupai laut
Sampai
ia tak tahu mana arah jalan pulang berikutnya
Banjarmasin
2013
konstribusi buku antologi PHS (karena cinta itu manusia)
HITAM
MAWAR
-perempuan
black market
Aku menulis ini diantara runtuhan puing-puing
yang memisahkan jarak dan waktu
Saat laut menjadi tujuan
Saat daratan
menjadi harapan
Aku menyusuri titian gelap
dengan setetes harapan
lalu berlari dengan sejuta derai air mata
Tidakkah kau tahu
Saat sebias luka tercabik
dan sakit tertahan
aku hanya memeluk kenangan
Saat orang-orang berkata
“kau akan mendapatkan matahari di seberang
sana”
Aku hanya mampu menghitung warna
mawar yang tak lagi mempunyai merah
diseberang,
aku mendengar lagu yang mengisahkan
Gelombang yang menjadikanku hitam !
Dalam kekelaman
Aku di kembalikan dari jalan gelapku
Namun, aku tetap menjadi mawar hitam
Tanpa harapan !
Banjarmasin,
2013
KAU
MUNGKIN TAK PERNAH TAHU
Kau takkan tahu aku berkata apa
Meski aku terus mengeja
Mengucap setiap huruf
Kau takkan tau kataku apa
Ini tentang sebuah nyawa
Yang mulai mencium pedang malaikat
Ini tentang sosok beraga
Yang tak tahu sosok terikat
Apa kamu tahu?
Mungkin saja kita akan mati terikat
Kita hilang di ikat waktu
Lalu sunyi dan diam dalam gelap
Kau kira aku berkata apa?
Sebuah nyawa, kematian atau ikatan
Tidak, dari tadi aku tidak berkata apa-apa
Tapi ini tentang kita
Yang mulai tersengal dalam gelap
Mati dalam ikatan
Lalu lenyap dengan dua sayap
Kita hilang dimakan waktu
Tanpa menoleh untuk sampai jumpa
Banjarmasin
Oktober 2013
KITA
Malam kini menuai rindu
Untuk cinta diujung malam
Hanya rasa yang bertaut
Atas rindu menghampar kasih
Membelai dinding fatamorgana
Merekah dalam rasi bintang
Aku dan kamu masih sama
Dalam hal mencari rasa
Kita berjalan diantara simpangan asa
Hanya senyum penyemangat kita
Atas cinta yang tersimpan, “aku masih utuh”
Itulah nyanyian hati kita
Dalam menanti perburuan
waktu
Inginku membiarkan kau berlari dengan kudamu
Rapuh asa menentangku, menarikku dalam rindu
Aku ingin kau tahu tentang cerita jingga menanti malam
dan menyambut pagi
Lirihnya taka da yang
tahu, karena ini tentang setia
Ini tentang kita, yang menanti bintang jatuh dicakrawala
Banjarmasin 2013
KISAH
SECANGKIR KOPI
Kuminum kopi duka pada secangkir rindumu
Pada pagi yang mendatangkan jingga
Dalam bait-bait kasih cinta
Menceritakan tentang
embun bersayap
Yang kini terbang jauh
Melintasi guratan cakrawala
Kuhirup secangkir kopi pekat pada secangkir lara
Beraroma cinta dan kasih yang tak nyata
Banjarmasin
2013
HAKIKAT KUE
Ini tentang kue, kuelam atau kueming, bisa juga kuemu,
kueku mungkin saja kuekita. Gula gurih, keju manis dan butter lumer, lelehan
coklat layaknya sungai asmara terasa apek namun syahdu. Tak lupa butiran
almound yang membuat renyah.
Kerinduan ini tentang sepotong kue
Kue harapan yang mampu aku buat
Dengan sejuta better cinta
Dengan ratusan mentega rindu
Berwarna pelangi dan jingga
Beraroma vanila bibirmu
Sepotong kue untukmu
Kutitipkan pada angin dan embun
Kusematkan pada sepasang kaki merpati
Kusemaikan pada aliran sungai saat rindu
Bersamanya kau pergi
Pada harapan sepotong kue
Pada warna
yang sama-ama kita hias
Semua tertanam sebuah harapan
Kau tahu?
Aku masih membuat kue itu
Namun takkan pernah sama
Sebab
sebelahnya cuma ada kerinduan
Yang
selalu percuma tentangmu
Banjarmasin
2013
KISAH YANG SEHARUSNYA
KISAH YANG SEHARUSNYA
Sahabat...
Bagaimana kau meniti bulan?
Saat bintang menghalangi wajahmu
Bagaimana kau bermain rasa?
Saat rapuh menghancurkan senyummu
Sahabat...
Apa kau ingat?
Tentang sengalan nafas kita
Yang berjalan mengutuki tanjakan
Dan menyanjung para ilalang
Sementara sepasang anak pipit
Beradu rasa pada ranting pohon
Kita hanya memandang haru
Dalam singkapan sajak-sajak langit
Sahabat...
Embun merah kini berubah warna
Dia tak lagi merah melainkan gelap
Seiring kita yang tak lagi sama
Meski tetap menyumbang warna
Bukit-bukit merintih
Para ilalang menangis
Dan kita tak mampu memberi air
Sahabat...
Masihkah kau mau bernyanyi
Bersama semioka angin?
Masihkah kau mau berjalan
Dibawah payung-payung daun?
Dan masihkah kau mau berpegangan denganku
Mencicipi warna pastel yang banyak mengendapkan kisah?
Sahabat...
Bagaimana kalau kita
bermain sabun
Meniupkan gelembung keudara dipetang hari
Dan membiarkannya terbang melintasi warna jingga
Besok jingga akan hadir kembali
Yang akan memandu kita
Agar mereka tak lagi gersang
Agar mereka kembali menuai senyum
Diatas subur
bibir kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Tinggalkan Pesan Ya