MUSIM BAHAGIA
Siapa yang menyimpan aroma hujan malam?
Setiap dinding kota mengepulkan bau perempuan yang belum terpakai
Suara dingin serupa anyaman bambu yang kehilangan baju
Siapa hujan
Siapa perempuan
Yang cemas adalah perasaan sendiri-sendiri
Maka, tak ada musim yang tak bahagia
Banjarmasin 20 oktober 2013
Sesampai minggu raya
Ada kelebat orang orang
Menjahit luka dan mendung
Jadilah ia baju mantel embun
Dalam deret pembakaran hujan yang tak jadi
Dalam ruang minggu raya
Sekali perempuan ini menole
“pulang yang dating”
Pulang yang pergi”
Siapa yang menyimpan aroma hujan malam?
Setiap dinding kota mengepulkan bau perempuan yang belum terpakai
Suara dingin serupa anyaman bambu yang kehilangan baju
Siapa hujan
Siapa perempuan
Yang cemas adalah perasaan sendiri-sendiri
Maka, tak ada musim yang tak bahagia
Banjarmasin 20 oktober 2013
KASIDAH HARI INI
Kalau malam tiba tiba turun
Dari daun sepanjang jalan ini
Mungkin banyak keheningan
Atau bising kenalpot kota
Yang berubah jadi lagu kebanggaan
Lalu sepanjang selur jalan
Orang orang berucap seperti puisi
Dari daun sepanjang jalan ini
Mungkin banyak keheningan
Atau bising kenalpot kota
Yang berubah jadi lagu kebanggaan
Lalu sepanjang selur jalan
Orang orang berucap seperti puisi
“kotaku dan kotamu
Adalah kota kita
Yang dikatakan
Dengan kata kata duka”
Adalah kota kita
Yang dikatakan
Dengan kata kata duka”
Sepanjang jalan beraspal
Banyak kota kota yang dibuat
Dari suara kendaraan
Atau dari pemabuk yang kehabisan haus
Banyak kota kota yang dibuat
Dari suara kendaraan
Atau dari pemabuk yang kehabisan haus
SUNGAI MALAM BANJARMASIN
“kalau aku tak pulang
Maka, tengoklah ke belakang sungai
Mungkin aku lagi melihat langit malam
Pada ruang yang selalu sendiri”
Maka, tengoklah ke belakang sungai
Mungkin aku lagi melihat langit malam
Pada ruang yang selalu sendiri”
Tak ada lagi pitutur
Atau hujan yang biasa dating sore ini
Yang segalanya membentuk kesunyian
Atau bunga rontok ke dasa sungai
Semuanya kini seperti diaknosa bulan
Atau hujan yang biasa dating sore ini
Yang segalanya membentuk kesunyian
Atau bunga rontok ke dasa sungai
Semuanya kini seperti diaknosa bulan
“aku ingin sendiri ibu,
Hanya pada puisi
Tubuhku menampung nyeri
Atau sekedar menatap langit
Lalu bermimpi kau mendongeng”
Hanya pada puisi
Tubuhku menampung nyeri
Atau sekedar menatap langit
Lalu bermimpi kau mendongeng”
Kalau mala mini benar benar taka da bintang
Biarkan bulan mendekap segala matamu
Dan mataku menampung segala cemas dan teduh kisah kita
Maka, detanglah padaku
Dimalam hari tepat di sungai barito petang
Disana, segala mimpi menjadi perahu yang menyenangkan
Biarkan bulan mendekap segala matamu
Dan mataku menampung segala cemas dan teduh kisah kita
Maka, detanglah padaku
Dimalam hari tepat di sungai barito petang
Disana, segala mimpi menjadi perahu yang menyenangkan
KEPULANGAN
Sesampai minggu raya
Ada kelebat orang orang
Menjahit luka dan mendung
Jadilah ia baju mantel embun
Dalam deret pembakaran hujan yang tak jadi
Seorang perempuan
Ia malaikat bukan peri
Yang setiap matanya
Menyimpan air tenang pagi hari
Barangkali, ia juga punya sayap
Yang menampung segala bahagia
Ia malaikat bukan peri
Yang setiap matanya
Menyimpan air tenang pagi hari
Barangkali, ia juga punya sayap
Yang menampung segala bahagia
Perempuan itu bernama takdir
Segala muasal teduh ada diwajahnya
Matanya yang lembab
Membuat segalanya tak mempunyai sebab
Maka, pantaslah ia punya nama takdir
Segala muasal teduh ada diwajahnya
Matanya yang lembab
Membuat segalanya tak mempunyai sebab
Maka, pantaslah ia punya nama takdir
Dalam ruang minggu raya
Sekali perempuan ini menole
Lalu naik sambil melihat langit
Dan menggerak gerakan kata
Dan menggerak gerakan kata
“pulang yang dating”
Pulang yang pergi”
Kini, perempuan itu
Bermimpi bertemu ibunya dipintu
Ia pun menyuguhkan dua buku pada ibunya
Berharap ia berhikayat pengantar tidur yang sempurna
Bermimpi bertemu ibunya dipintu
Ia pun menyuguhkan dua buku pada ibunya
Berharap ia berhikayat pengantar tidur yang sempurna
Banjarmasin 31 januari 2014
Suaramu getar dalam denyut malam
Aku mendengar do’a terdiam begitu pelan
*
Kau pernah memecah kalbu langit
Menanam tarianmu pada kedalaman mata
Menembus retak dalam kafilah pohon
Lalu aku mendengar rasa sakit
Berlari meminang do’a surga
“Tuhan ini cobaan ataukah bencana” teriaknya lalu hilang
PUISI BUAT BAPAK
NYALA API DI BUKIT YANG
TERBAKAR
Suaramu getar dalam denyut malam
Aku mendengar do’a terdiam begitu pelan
*
Kau pernah memecah kalbu langit
Menanam tarianmu pada kedalaman mata
Menembus retak dalam kafilah pohon
Lalu aku mendengar rasa sakit
Berlari meminang do’a surga
“Tuhan ini cobaan ataukah bencana” teriaknya lalu hilang
**
Ketika langit nyala
Awan mengambang menggumpal asap neraka
Kota-kota hitam
Sungai-sungai kemarau
Juga pohon ranggas menebar bayang
Seperti jari iblis menggambar neraka di langit sana
Ketika langit nyala
Awan mengambang menggumpal asap neraka
Kota-kota hitam
Sungai-sungai kemarau
Juga pohon ranggas menebar bayang
Seperti jari iblis menggambar neraka di langit sana
***
Aku bayangkan kemaren
Moyangku menanam darah dalam ladang air mata
Matanya berkilau seperti bulir gerimis di lancip daun
Tapi, kini aku kembali
Dalam lembar daun tumbang
Saat debu itu langsap dalam cucu
Menyala, mengekar dalam rahim
Aku bayangkan kemaren
Moyangku menanam darah dalam ladang air mata
Matanya berkilau seperti bulir gerimis di lancip daun
Tapi, kini aku kembali
Dalam lembar daun tumbang
Saat debu itu langsap dalam cucu
Menyala, mengekar dalam rahim
****
Api yang nyala
Nyala dalam mata
Mengubah harapan
hanya jadi kenangan
Api yang nyala
Nyala dalam mata
Mengubah harapan
hanya jadi kenangan
*****
Laut tebakar
Atas kehangatan rindu
Seperti akar pohon-pohon
Mencari silsilah tanah pada kecoklatan
Sampai di kalbu langit jingga
Laut tebakar
Atas kehangatan rindu
Seperti akar pohon-pohon
Mencari silsilah tanah pada kecoklatan
Sampai di kalbu langit jingga
Madura – Solo 2013
JAZIRAH MALAM
Malam memintal keretak jam yang tiba-tiba jatuh pada redup
mata kita
ketamatan gugur dihalaman bermandikan rindu daun
sedang kita terlalu percaya pada hikayah dingin
dimana orang-orang selalu mengetuk langit
untuk mengetahui doanya yang tak dipulangkan
“sudahlah, jika pertemuan hanya menisbahkan keraguan
Jangan ada lagi gugur kerinduan dalam perjalanan
Sebab luka pada bunga, hanyalah mainan burung pagi”
Kalbu malam
menyimpan deru dingin
dari simananjung awan hatimu
“ya, dan kita hanya bisa menciptakan kesedihan
Dari sendi kerinduan masing-masing”
Sembab kita yang melukai perasaan sendiri
Dan kita lebih senang pada air mata
Tapi lupakanlah, Ah..aku.?
Surabaya - Kediri 2012
Malam itu, aku mencium bau surga
Lalu aku mengelinding
sedalam bunyi mimpi
Tanpa lelap menyebut nyeri bulan dalam hati
“Pak, kau buatkan aku negeri dari sebagian bajumu
Menggunting seluruh abjad tanpa kutahu
Setelah beberapa musim menjauhi keresahan
Negeri itu sungguh Agung meski tanpa tiang-tiang rindang
Dan di negeri itu pula,orang-orang mulai menyusun tubuhnya sendiri-sendiri
Bagitupun aku yang tak mau tahu negeri itu milik siapa”
“Pak, kanapa arau remang ngilu disetiap sujudku?
Apakah do’a yang menziarahi bibir ini masih jauh dari makna
surga?
Ah..negeri itu semakin menjulur ke unjur paling luhur
Pak, kemana negeri itu sekarang?
Apakah masih dalam sujud malamku?”
Malam itu, aku mencium bau surga
tubuhku terbawa penuh sayap gemerlap
Menuju terang tanpa bintang
“Pak, aku sudah menemui dzikir negeriku sendiri
Di setiap deru tanah yang meningkahi cangkulmu
Kau mengajariku mengubur aroma daun dihalaman
Menyiram warna kelam dengan letusan keringat
Yang tak pernah surut dari rentang sudut”
“Pak, sore nanti, kita lelap di negeri itu
Sambil menghitung jari-jari yang berlepasan dari tangkainya
Tak usah kau cari, siapa yang memungut.
Tapi kita terlalu percaya bahwa esok adalah hari keberuntungan
dari semua cerita ini”
Malam itu, aku mencium bau surga
Bapakku pulas dan lepas pada dunia malamnya
Hingga dia tak lagi mengenali warna
Padahal rindu telah sempurna
Jogjakarta- Banjarmasin 2013
EFITAF IBU
Anakku, sebelum mimpi itu
menyeruap pada anak-anak tanah
Mampukah musim menampung segala keresahan Ibu?
Keresahan yang menetas dari rindu rantau Ibu di ruang tanah
Yang tak lagi mengajarimu cara melepas nafas ke unjur waktu
Mengalir sepanjang kau melihat nisan itu dilembar sungai
matamu
Anakku, sebelum mimpi itu menjemput keretap daun dihalaman
Semilir angin menyunting aroma senyummu dari dahan
Hingga titik deras lelapmu mengepulkan embun yang hijrah
Kehatiku paling sulit kusebut dalamnya laut negeri dongeng
“merapatlah Nak, sebelum warna tanah menjadi dinding tidurku”
Ibugigil mengiris naluri kanak-kanaknya sendiri
Anakku, sebelum mimpi itu lepas dari bantal pagimu
Tubuhmu masih setia menyesapi sepi epitaf Tuhan
Yang kian memanjang dari segala ingatan Ibu
“meski warnamu mendung, dan tubuhmu belum sempurna dari doa
ibu semalam, Ibu tetap ikhlas memanggilmu Nak!” begitukah naluri seorang Ibu?
Banjarmasin 2013
PENGASUH
-KH ahmad. Basyir AS
Yang gemetar di rambut putihmu
Mewakafkan sebagian lentik wangimu
Pada malam-malam tubuh kami
Pada bau negeri retak kami
Dimatamu..
Kami semakin pasrah manahan rapuh laut
Menahan musim yang kian asing
Sebab matamu laut dalam genang takdirku
Latee 11-januari-2012
PEREMPUAN POJOK JALAN
/1/
Dipojok jalan perempuan menahan senja
Matahari terasa berat menyesapi diam
“maaf, demi senja aku punya sedikit jingga”
Dengusnya merah mengaung kidung
Melahap cuaca, menyusun sunyi dalam jantungnya sendiri
/2/
Diruang pojok mimpi, perempuan itu membawa malam
Sunyi purba menziarahi semesta tubuhnya yang gelap
Dalam penungguan musim ia bernyanyi
“siapa yang tiba-tiba datang pada ruang mimpi?”
Siapa diluar-siapa didalam, ia penuh harap
/3/
Perempuan pojok jalan mengairi matanya mungkin juga embun
Ada apa dengan lengkung tubuhnya yang membawa hasrat?
Akankah kepulan burung pagi menjawab penantian paling sunyi
Kian abadi nan memedi?
Aih… sakral bunyi, siapa saja punya..
Rokaat malaikat pun nyata dan purba
Tapi, siapa pemilik Tuhan?
Adakah tanya yang harus ditinggalkan?
Latee 10 januari -2012
PELANTUN LAUNG
Di panggung ini sayang
Kita menari seperti larung
Ada pemujaan
Ada kematian
Sementara penonton
Mengetuk ingatan baru
Dan kita mulai berciuman
Sedalam warna lampu panggung
Digalau negeri ini sayang
Belada tergian tanpa ruang
Sepotong jadi puisi getir
Sepotong jadi pemanggil
“diNegeri ini, ada bayang-bayang gemetar,
Adakah pemilik dari lentik waktu?”
Seumpama tubuhku bermalam dimatamu
Adakah kabel telepon yang mengirim rindu
Sampai pada ranjang mimpimu?
Sementara dunia makin senja
Banjarmasin 2013
SEHABIS MALAM
-Lan Fang
Yang telah sampai pada lamunan berikutnya
sekerat pagi yang membawa mimpi pada lembar bantal sebelumnya
kita selalu mengeja apa yang kita kenal dengan nama kesepian
semua datang pada ranjang purnama yang tiba nyala dari pusarmu
entah apa yang kita harapkan pada lamunan berikutnya,
setelah semua selesai pada hakikatnya masing-masing, kita
jauh.
menebar aroma kopi yang menyesaki gelora burung pagi
ya, sebelum lamunan itu berubah jadi perasaan,
kenapa kita musti harapkan kerinduan?
bekas kerut mabuk semalam
melingkari nasib pagi ini sayang.!
menebar detak surga yang tadi malam kita permainkan
dengan doa seperti wewangi tubuh kita yang mencari rindu.
Lalu,
adakah kau merindukan kepulanganku pada rokaat embunmu?
malam ini begitu dingin sayang..!
Banjarmasin 2013
PEREMPUAN PENJUAL RINDU
: ummi
Perempuanku
Kau terlalu mencintai namamu
Pada kedalaman lautku
Perempuanku
Pada rekah garis lintang bibirmu
Aku menyimpan pulau paling biru
Perempuanku
Kau selalu diburu warna
lalu memetik malam dijantungku
Hingga matamu jadi pualam
Surabaya-banjarmasin 2013
PENUJUM KOTA
Setelah kau lahirkan aku lewat eram kesunyian
Nyanyian apalagi yang mampu membangunkan malam,
Dari bintang yang tiba-tiba didih dan sampai di pangkuan?
Pertigaan, dimana kita pernah menunjuk ke langit, mengusap
Ubun bulan lalu menanam ribuan puisi dari kerlip daun
Yang menbawa maut pada tubuh kita.
Setelah kau lahirkan aku dari rusuk matahari, mampukah
Kau menjagaku dari gelora burung-burng pagi? Seperti
Petikan derup cangkul petani yang tiba-tiba
Memburu kedalaman warna tanah, meringsut
Rindu hingga terkapar di ladang selatan, lalu
Bisakah kau menjadi rindu disetiap kepulanganku?
Setelah kau lahirkan aku dari ruas gelombang bibirmu,
Aku berdarah, lalu mati berkali-kali. Tangis rasa
sedih adalah penujuman sunyi pada kerak karang yang
menyimpan karat luka dimana kakiku pernah berlampat.
Atau kau bersampan tanpa jangkar lalu memelukku rapat
Sedalam warna laut tersimpan di tubuh kita ,
Hingga aku menemukan kesempurnaan pada rindu
Yang tiba-tiba hampir dari segala mautku.
Maka suntinglah nafasku leawat warna matamu yang berkilauan
Annuqayah 2012
LIMA SAJAK CATATAN KAMAR: 25
“orgel yang patah”
kubaca hari pualam di rambutmu
segala peristiwa terekam semua pada rindu
tapi aku meyakini musim kita akan kembali
meski bulan hilang dalam angan
“kemala yang gelisah”
hujan adalah rindu di antara cahaya dan gelap
melawati jalan terakhir yang panjang
bayang-bayang kitapun terhenti pada pohon mati
yang kau tanam dalam hati
“hikayah yang hilang”
sayap perih mengapak gugur bunga terjatuh
sambil berjalan kebukit mimpi-mimpi
mengukir bocah yang selalu jemu dengan cinta
hilang dalam kata-kata
“keranda yang kosong”
angin membekas diantara daun-daun siwalan
entah malam yang menggigil atau siang yang mendidih
kita lebih memilih diam dan tawakkal
dalam renah angin penyesalan
“air mata yang tumpah”
musim kembali berulang
tapi matahari nyala di perempatan jalan
kita lebih senang memandikan cahaya
yang membeku pada jiwa-jiwa
Amin…
Latee desember 2010
WOMAN CALLER OF SEA
I
Disinilah,
Aku mempunyai perempuan doa
Bibirnya rindu
pada sekujur mautku
hingga senjaku
dalam pilu
II
disinilah,
aku mempunyai perempuan hujan
bertubuh musim
mungkin gigil kehilir
matanya mengapung kesemesta
membaca ketersesatan jalan
di selatan kota
III
disinilah,
aku mempunyai perempuan salju
bermata pilu
atau kepekaan mengintip kenangan
yang larut pada rindu
sesekali dia membaca jalan
dia ingin pulang?
bertapalah beku
IV
disinilah,
aku mempunyai perempuan badai
dia mengibaskan ramputnya yang hujan
aku melihat bibirnya terkatup-katup
mungkin bermantra
pada tuhan di tubuhnya?
V
disinilah,
aku mempunyai perempuan waktu
ditanganya ada peluru
mungkin juga hantu
yang mengajariku sajak-sajak peludru
VI
disinilah,
aku mempunyai perempuan laut
matanya terkatup
tubuhnya surut dalam maut.
perempuan lautku…
ada yang memanggilmu sepanjang pantai
mungkin nelayang atau ikan-ikan
atau aku yang gemetar di dasar
tanpa rindumu
perempuan lautku
Martapura - 2013
GADIS LAUT
Kesini,
Mari kuajari meneguk racun
Dengan secangkir air mata ibu
Atau sepiring ingatan kampung
Tentang layang kunang-kunang
Gadis laut itu,
Memanggil maut
Sepanjang warna pantai
Kapal-kapal biru
Tak da warna kupu-kupu
Mungkin juga hantu?
gadis laut itu
matanya surut
kedenyut paling takut
latee 21 september 2011
ABAD RINDU
Sebelum sungai-sungai itu pecah
Pada keluasan batinmu
Beburung masih memainkah riak-riak bibirmu
Dan sesekali membawamu terbang
Pada nyeri langit kelamku
Ingatlah ila,
Sebelum sungai-sungai itu benar-benar pecah
Tak ada kerling bulir hujan di hilir
Tak ada nengpere’ yang terus membasahi puisiku
Hanya denyut nyeri dari sudut rindu
Yang menanggalkan segala abad tentangmu
Jogjakarta 2012
DONGENG TUA DINEGERI JINGGA
Marhaban,
Pelayaran bulan yang terbelah mala ini
Semakin tua dari pendar doa
Perahuperahu melepas gelisah pantai
Mengecup nafas ombak
Dan merahasiakan segala resah
Yang datang diatas sejadah karang
Ilah,
Bulan-bulan kini menjemput
Semua tumbuh jadi yang terteduh
Begitupun naluri kita
Sesekali mengecup air mata
Marhaban,
Siapa meninggalkan jejak
Dijendela kelam ?
Tiap hari ada yang harus bercerita
Tentang malaikat dengan sayap gemerlap
Membuka pintu-pintu keteduhan. Surga
Dan sesekali api menutup jendela jahannam
Serta dia melihat bulan kehilangan warnanya
Ilah,
Bisakah kau cerita
Ini malam apa ?
Marhaban,
Tak ada gelisah
Semua basah jadi tumbuh
Begitupun hati kita dalam sujud
Marhaban ya ramadhan
Latee, 2012
BELAJAR MENANGIS
Menangislah sayang
Biarkan sungai dimatamu menjadi riwayat luka kepedihanku, dan
cemas bulan yang mengirim gigil embun didegub batinku. Sebab antara teduh
langit yang menyimpan ribuan tahun desir, adalah kefasihan rindu yang
melingkari bulan dimatamu. Maka, mengertilah sayang.Pada gugur cahaya yang
mengsakralkan pertemuan kita. Semua karena mengerti makna luka dan membahasakan
dengan kerinduan kita ini
Menangislah sayang
Dengarkan kelucur air yang membawa luka sumbernya, seperti
malam menyeret bulan kepangkuan hati kita.Semua terdedah memahami lukanya
masing-masing. Serumpun doa kita pahatkan dicelah angin yang membawa kabar
huruf-huruf dingin. Lalu air matamu menjadi danau diantara putih bangau,
diantara pertemuan kita. Maka peluklah tubuh takdirku pada kerling matamu
Menangislah sayang
Sebelum kalbu laut menjadi pepulangan senja hari ini atau
sebelum ikan mencari silsilah sepanjang perjalanan rindunya.Suara-suara sanding
rinai pengantar sepi dalam hati atau kelinjer air mata yang menjadi deru
perjumpaan kita adalah ketamatan mimpi pada musim berikutnya. Maka, belajarlah
menjadi sepi dari dingin waktu atau doa dari rindu perjumpaan kita berdua.
Disanding air mata
Menangislah sayang
Sebelum puisiku mencatat segala kecemasan luka atau sebelum
kita bermandikan cahaya dimuara.Kita selalu mengeja keretap sepi diwarna
matahari, sementara musim selalu memburu daun-daun dihati kita, untuk mengetahui
makna warna yang sebenarnya. Maka dengarlah sayang, suara-suara itu adalah
lamunan puisiku, hanya untukmu
Latee, 2012
MEMBUAT PUISI
Belajar membuat puisi
Harus mengetuk sunyi
Lalu menenun kata
Ada, getar dan debar
Dalam penciptaan
Belajar membuat puisi
Harus mengetup mata
Lalu, mencari yang tersembunyi
Malayang sampai tersadar
Sampai ada bau kalimat
Belajar membuat puisi
Harus menjadi hurup
Melompati kekosongan
Hingga jadi kalimat
Yang tak pernah laknat
Solo 21 april 2012
MUSIM MENCARI
Di beranda:
Bapak mengajariku duduk paling termanis
Katanya duduk adalah waktu yang harus di maniskan
Bila duduk sudah manis
Berarti hidupku bakal manis di kenang orang
Di dapur:
Ibu mengajariku memadamkan api
Katanya api itu adalah letupan kayu yang lagi marah pada
nasibnya
Lalu kayukayu itu memukul mukul tubuhnya hingga jadi api
Di masjid:
Guru ngaji mengajariku melipat sejadah
Katanya sejadah sudah lelah di tunggangi para pendosanya
Di sekolah:
Guru mengajariku membuat puisi
Katanya puisi adalah suara hati
Yang selalu di rindungi rindu
Bila puisi itu di tulis di atas bangku
Puisi itu pun jadi yang terlayu
Madura-Banjarmasin 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Tinggalkan Pesan Ya